GianyarHukumNews

Wacana Reformasi OSS, Alit Nusantara: Tidak Tepat Jika Menempatkan Persoalan Tata Ruang, Akibat Kesalahan Sistem OSS 

GIANYAR, STATEMENTPOST.COM – Wacana perlunya ada reformasi sistem perijinan berusaha berbasis risiko atau Online Single Submission (OSS) agar lebih sinkron dengan kondisi dan karakteristik daerah, khususnya Bali, mendapat tanggapan dari Praktisi Hukum yang juga seorang Advokat, Alit Nusantara, Jumat (24/10/25). Menurutnya, sistem perijinan OSS memang dirancang untuk mempermudah seseorang dalam membuat usaha.

“Kalau dulu ada kewenangan yang terpusat di daerah, sekarang sudah ditarik kewenangannya untuk mendirikan usaha ke dalam satu sistem, namanya OSS,” ujarnya.

Dengan akta pendirian usaha, lanjut Alit Nusantara, baik itu perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) maupun perusahaan lokal maka akan langsung mendapatkan pengesahan dari kementerian terkait dan mendapat Nomor Induk Berusaha (NIB). Dari sinilah, suatu usaha dianggap sudah berdiri dan sah.

Sementara itu, kaitannya dengan pulau dewata, investasi yang paling banyak terjadi di Bali saat ini yaitu bergerak di sektor akomodasi pariwisata, seperti hotel, vila maupun restoran. Investasi akomodasi pariwisata ini tentu erat kaitannya dengan tata ruang. Hal inilah yang sedang menjadi perbincangan publik, bahwa benarkah sistem oss ini bisa menerobos tata ruang yang menjadi domain daerah?

Lebih lanjut ia menjelaskan, sampai saat ini kewenangan untuk mengatur tentang tata ruang adalah pemerintah daerah melalui perda. Disisi lain, sistem oss ini tidak serta merta bisa menentukan boleh dan tidaknya mengembangkan usaha di suatu tempat. Terlebih bagi daerah yang belum memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), maka pelaku usaha akan diminta untuk berkoordinasi dengan dinas terkait. “Menurut regulasi yang ada, sistem oss ini tidak bisa menentukan suatu ijin usaha tanpa sepengetahuan daerah. Kalau kaitannya dengan bablasnya tata ruang di Bali akibat sistem oss ini, menurut saya harus diuji lebih dalam lagi, karena daerah harusnya lebih tahu tentang hal ini,” tegasnya.

Jika melihat pelaksanaan sistem oss ini, ia menilai banyak perusahaan yang belum menyetor penuh nilai investasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar Rp10 miliar, namun sudah memiliki akta pendirian usaha. “Saya mencermati hal itu (akta pendirian usaha) mungkin terbit, karena ada semacam surat pernyataan sebagai kewajiban perusahaan akan menyetorkan nilai investasi. Misalnya, selama satu tahun suatu usaha diwajibkan untuk menyetorkan penuh. Namun setelah satu tahun, siapa yang akan mengontrol. Hal inilah yang sering menimbulkan persoalan berkaitan dengan kontrol setoran nilai investasi PMA,” imbuhnya. (stm)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *